Slump pada dasarnya merupakan salah satu pengetesan sederhana untuk mengetahui workability beton segar sebelum diterima dan diaplikasikan dalam pekerjaan pengecoran.
Workability beton segar pada umumnya diasosiasikan dengan :
Namun selain besaran nilai slump, yang harus diperhatikan untuk menjaga kelayakan pengerjaan beton segar adalah tampilan visual beton, jenis dan sifat keruntuhan pada saat pengujian slump dilakukan. Slump beton segar harus dilakukan sebelum beton dituangkan dan jika terlihat indikasi plastisitas beton segar telah menurun cukup banyak, untuk melihat apakah beton segar masih layak dipakai atau tidak. Pengukuran slump dilakukan dengan mengacu pada aturan yang ditetapkan dalam 2 peraturan standar : |
Terdapat sedikit perbedaan pada dua peraturan tersebut, sehingga pengukuran slump harus dilakukan sesuai peraturan atau standar yang ditetapkan dalam RKS (Spesifikasi Teknis) atau yang disetujui oleh Pengawas Proyek
Berdasar PBI 1971 N.I.-2
Pengukuran slump berdasar peraturan ini dilakukan dengan alat sebagai berikut : a. Kerucut Abrams : b. Batang besi penusuk : c. Alas : rata, tidak menyerap air |
Berdasar SNI 1972:2008
Pengukuran slump berdasar peraturan ini dilakukan dengan alat sebagai berikut : a. Kerucut Abrams : b. Batang besi penusuk : c. Alas : datar, dalam kondisi lembab, tidak menyerap air dan kaku |
Langkah pengujian :
a. Kerucut Abrams diletakkan di atas bidang alas yang rata dan tidak menyerap air b. Kerucut diisi adukan beton sambil ditekan supaya tidak bergeser c. Adukan beton diisikan dalam 3 lapis, masing-masing diatur supaya sama tebalnya (1/3 tinggi kerucut Abrams) d. Setiap lapis ditusuk-tusuk dengan batang penusuk sebanyak 10 kali e. Setelah selesai, bidang atas diratakan f. Dibiarkan ½ menit (sambil membersihkan sisa jatuhan beton di samping kerucut Abrams) g. Kerucut ditarik vertikal ke atas dengan hati-hati – tidak boleh diputar atau ada gerakan menggeser selama menarik kerucut h. Diukur penurunan puncak beton segar yang diuji slump-nya |
Langkah pengujian :
a. Kerucut Abrams (cetakan) dibasahi, ditempatkan di atas permukaan yang datar, dalam kondisi lembab, tidak menyerap air dan kaku b. Pengisian cetakan dibagi 3 kali, masing-masing sekitar 1/3 volume cetakan – tiap lapis dipadatkan dengan 25 kali tusukan secara merata dan menembus ke lapis sebelumnya/di bawahnya – namun tidak boleh menyentuh dasar cetakan c. Lapis terakhir dilebihkan pengisiannya – setelah dipadatkan lalu diratakan dengan menggelindingkan batang penusuk di atasnya d. Segera setelah permukaan atas beton diratakan, cetakan diangkat dengan kecepatan 3-7 detik, diangkat lurus vertikal – tidak boleh diputar atau digeser ke samping selama mengangkat kerucut e. Seluruh proses dari awal sampai selesainya pengangkatan cetakan tidak boleh lebih lama dari 2,5 menit f. Letakkan cetakan di samping beton yang diuji slump-nya (boleh diletakkan dibalik posisinya) dan ukur nilai slump : penurunan permukaan atas beton pada posisi titik tengah permukaan atasnya g. Jika terjadi kegagalan slump (tidak memenuhi kisaran slump yang disyaratkan, keruntuhan benda uji termasuk keruntuhan geser), maka pengujian diulang- maksimal 3 kali, jika masih gagal maka beton dinyatakan tidak memenuhi syarat dan ditolak h. Syarat variasi pengukuran yang memenuhi syarat dari 3 pengukuran : minimum 2 memenuhi syarat dengan selisih pengukuran tidak lebih dari 21 mm. |
Penyimpangan nilai slump dari nilai yang direkomendasikan, diijinkan apabila terbukti dan dipenuhi :
a. Beton tetap dapat dikerjakan dengan baik b. Tidak terjadi pemisahan dalam adukan beton segar c. Mutu beton yang disyaratkan tetap terpenuhi Rekomendasi nilai slump untuk pemakaian beton segar pada elemen-elemen struktur untuk mendapatkan workability yang diperlukan :
Klik tabel untuk memperbesar
Referensi : Tabel 4.4.1 (PBI 1971 N.I.-2) |
SNI 1972:2008 tidak memberikan acuan nilai slump – karena SNI ini merupakan panduan cara pengujian slump
|
Perbedaan antara PBI 1971 N.I.-2 dan SNI 1972:2008 pada keruntuhan slump :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar